KPK Berfokus Tindak Perusahaan Terlibat Kasus Korupsi
Media Cetak Koran Tempo Halaman 14
2019-1-7
KPK Berfokus Tindak Perusahaan Terlibat Kasus Korupsi
Empat korporasi telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
JAKARTA Komisi
Pemberantasan Korupsi akan menggeber penelusuran terhadap korporasi-korporasi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan pengumpulan barang bukti dan keterangan terhadap perusahaan-perusahaan nakal akan menjadi fokus penindakan tahun ini. "Korporasi akan menjadi perhatian utama," kata Laode kepada Tempo, kemarin.
Menurut Laode, menyidik korporasi yang terlibat perkara korupsi jauh lebih sederhana. Terlebih jika ada direksi perusahaan yang sudah terbukti bersalah. Hanya, KPK butuh waktu untuk mengusut aset-aset perusahaan yang berasal dari hasil korupsi. "Penyidik harus mengganti mindset yang selama ini hanya menyidik orang," ujarnya.
Data penindakan lembaga antirasuah pada tahun lalu, pihak swasta menjadi penyumbang tersangka
terbanyak setelah anggota legislatif. Dari 178 penyidikan, sebanyak 91 perkara melibatkan anggota Dewan dan 50 perkara melibatkan pihak swasta. Penyuapan dan korupsi pengadaan barang/jasa mendominasi perkara yang ditangani komisi antikorupsi.
Sejak berdiri hingga tahun lalu, KPK menetapkan empat korporasi sebagai tersangka. PT Duta Graha Indah atau PT Nusa Konstruksi Enjiniring telah divonis bersalah ikut merekayasa lelang pengadaan proyek pembangunan Rumah Sakit Udayana, Bali. Perusahaan ini juga terbukti melakukan rekayasa lelang terhadap tujuh proyek pemerintah lainnya. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mendenda perusahaan sebesar Rp 700 juta dan mewajib kannya membayar uang pengganti Rp 85,49 miliar. Majelis juga melarang Nusa Konstruksi mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan.
Putusan Nusa Konstruksi lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukum korpo-
rasi membayar denda Rp 1 miliar dan membayar uang pengganti Rp 188 miliar. Jaksa juga meminta hakim mencabut hak perusahaan ikut lelang proyek pemerintah selama dua tahun. Untuk itu, kini jaksa KPK tengah mempertimbangkan untuk mengajukan permohonan banding.
Sementara itu, tiga korporasi lain, yakni PT Nindya Karya, PT Tuah Sejati, dan PT Putra Ramadhan, sedang disidik oleh KPK. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan penyidik butuh waktu untuk menghitung besaran kerugian negara dan keuntungan yang dinikmati perusahaan. "Penghitungan besaran yang akan dituntut perlu firm dan perlu waktu dalam menghitungnya. Perlu dihitung ulang apa yang mereka miliki dari hasil tindak pidana korupsinya," kata dia.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia
Corruption Watch, Tama Satrya Langkun, mengatakan pemberian efek jera terhadap perusahaan yang korup tak bisa hanya dengan menjatuhkan
denda dan mewajibkan-nya mengembalikan uang hasil korupsi. Menurut dia, pemerintah harus turut punya andil dalam memberlakukan daftar hitam terhadap orang ataupun perusahaan yang pernah terlibat praktik lancung. Ia memastikan, perusahaan bisa kalang kabut jika dalam setahun saja tak mendapat proyek pemerintah. "Minimal satu tahun. Biar mereka bisa merasakan akibat perbuatannya," ujar Tama.
Senada dengan Tama, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan sistem daftar hitam penting diterapkan karena pelarangan bagi korporasi untuk tidak ikut lelang proyek pemerintah saja belum cukup memberatkan. Bagi pengusaha, kata dia, korporasi hanya dijadikan semacam bendera. Jika bendera satu dilarang ikut tender, mereka bisa memakai bendera lainnya. Walhasil, pengendali utama atau penerima manfaat utamanya tetap, walau perusahaannya berganti-ganti. "Di sinilah letak pentingnya sistem blacklist untuk orang dan korporasi dalam tender proyek pemerintah. Bukan hanya korporasi yang dilarang," katanya.
MAYA AYU PUSPITASARI
Maya Ayu Puspitasari
Original Post